Sabtu, 20 Desember 2014
Sadar
Carut marut bangsaku ini
Lantas? Apa penyebab utamanya?
Hilir mudik lembaran kokoh yang kini terenyak tak berharga
Seperti daun berjatuhan entah kemana
Inilah hasrat manusia berpikiran konglomerat
Paradigma hanya mengarah ke satu tujuan
Semua karena “uang”
Tanpa landasan niat dan ikhlas pada Tuhan
Semua berlomba memenangkan pertandingan harta
Pola pikir kusam melamunkan kekayaan
Menyelinap selembar demi selembar
Untuk kebahagiaan sesaat tanpa memikirkan nasib negeri ku ini?
Gumoh menatap kabar kasus tikus berlarian tiap hari
Pagiku serasa menyantap hidangan basi tak layak konsumsi
Cemoohan rakyat tak diperdulikan oleh mereka?
Terlihat seperti batu benda mati tak berdaya
Sadarlah wahai petinggi
Hidupmu hanya sesaat menikmati kemewahan
Kerjakanlah amanah dengan ikhlas untuk tanah airmu ini
Agar kamu tak menjadi orang yang merugi
Sesal
Wahai Pelita…
Aku tertegun mendengar gemercik air..
Setetes rindu mengalir tak kebayang
Hembusan nafas ini mulai memudar…
Wahai Senja…
Lukisan langit bercorak gemerlap
Ku menunggu sebuah angan
Angan yang terhempas tanpa arah dari sebuah harapan
Andai detik kembali semula
Raga terusik ingin kembali
Sesal, Sesal dan Sesal ditelan oleh waktu
Rasanya, seperti tertusuk ribuan duri
Hidup ini penuh dengan kesia-siaan
Tangan kakiku ini tak bisa meraba kejujuran
Mulutku ini terkunci gembok besi berkarat
Hanya tangisan malam menemaniku saat ini
Tak bisa lagi aku menikmati kokohnya hidup
Semua telah mengubah nasib diriku
Jujur, sang kunci utama
Agar tak menyesal kini dan nanti
Karya : Dyah Nurul Fikriani
Aku tertegun mendengar gemercik air..
Setetes rindu mengalir tak kebayang
Hembusan nafas ini mulai memudar…
Wahai Senja…
Lukisan langit bercorak gemerlap
Ku menunggu sebuah angan
Angan yang terhempas tanpa arah dari sebuah harapan
Andai detik kembali semula
Raga terusik ingin kembali
Sesal, Sesal dan Sesal ditelan oleh waktu
Rasanya, seperti tertusuk ribuan duri
Hidup ini penuh dengan kesia-siaan
Tangan kakiku ini tak bisa meraba kejujuran
Mulutku ini terkunci gembok besi berkarat
Hanya tangisan malam menemaniku saat ini
Tak bisa lagi aku menikmati kokohnya hidup
Semua telah mengubah nasib diriku
Jujur, sang kunci utama
Agar tak menyesal kini dan nanti
Karya : Dyah Nurul Fikriani
Ku Harap Kembali
Rindu merana seiring sepi melanda
Tersirat kata nan sulit terungkap
Melihat derai hujan membentang langit angkasa malam ini
Perpaduan hati dan jiwa tak kebayang entah, kemana?
Melodi tetesan air mata meluap sebuah rindu
Yang dulu ada, kini entah kemana?
Teringat janji bak permadani namun tak terbukti
Kian kandas harapan tanpa sang mentari
Mengingat kembali masa itu
Teringat kata-kata terucap dari bibirmu
Dan tampak bayangmu berada digaris lurus mata
Layaknya ini hanya angan sebatang kara
Kini aku terjatuh ke lubang tak tertolongkan
Usahaku untuk melupakanmu
Tapi, apa daya? Aku tak bisa
Aku ingin seperti dulu
Atas nama cinta, ku harap kau kembali
Dyah Nurul Fikriani, 08 Nvember 2014 pukul 9:21.
Tersirat kata nan sulit terungkap
Melihat derai hujan membentang langit angkasa malam ini
Perpaduan hati dan jiwa tak kebayang entah, kemana?
Melodi tetesan air mata meluap sebuah rindu
Yang dulu ada, kini entah kemana?
Teringat janji bak permadani namun tak terbukti
Kian kandas harapan tanpa sang mentari
Mengingat kembali masa itu
Teringat kata-kata terucap dari bibirmu
Dan tampak bayangmu berada digaris lurus mata
Layaknya ini hanya angan sebatang kara
Kini aku terjatuh ke lubang tak tertolongkan
Usahaku untuk melupakanmu
Tapi, apa daya? Aku tak bisa
Aku ingin seperti dulu
Atas nama cinta, ku harap kau kembali
Dyah Nurul Fikriani, 08 Nvember 2014 pukul 9:21.
Langganan:
Postingan (Atom)